BerandaBeritaKementrianTanggapan Dicky (Ketua Umum) bersama Dewan Pengawas Dr. I Made Subagio, S.H, M.H (Pakar Hukum Geothermal) AMH-EBTKE: Terkait Artikel Saudari Hema Situmorang Di Media Floresa
Tanggapan Dicky (Ketua Umum) bersama Dewan Pengawas Dr. I Made Subagio, S.H, M.H (Pakar Hukum Geothermal) AMH-EBTKE: Terkait Artikel Saudari Hema Situmorang Di Media Floresa
“Di tengah urgensi transisi energi global, Indonesia memiliki potensi tersembunyi di bawah tanahnya: energi panas bumi. Namun, bagaimana kita memastikan bahwa pengejaran energi bersih ini tidak mengorbankan keadilan sosial dan kelestarian lingkungan? Saya telah mempelajari rilis yang disampaikan oleh Saudari Hema Situmorang, dan saya menghargai perhatiannya terhadap isu-isu sosial dan lingkungan yang terkait dengan proyek geotermal. Sebagai Ketua Umum AMH-EBTKE, saya ingin menegaskan bahwa pengembangan energi terbarukan, termasuk geotermal, adalah suatu keharusan untuk mencapai ketahanan energi nasional dan mengurangi dampak perubahan iklim. Namun, pengembangan ini harus dilakukan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, serta peraturan pelaksanaannya. Sangat penting bahwa kita selalu berpedoman pada prinsip-prinsip yang digariskan dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2007, yaitu ketahanan energi, diversifikasi energi, konservasi energi, efisiensi energi, dan perlindungan lingkungan hidup.”
Aspek-Aspek UU EBTKE yang Harus Diperhatikan (dengan Contoh Konkret yang Relevan dengan Pasal 2 ayat 2):
1. Ketahanan Energi (UU No. 30/2007 Pasal 2 ayat 2 huruf a):
– Contoh: Pengembangan PLTP Dieng yang terus beroperasi meskipun terjadi fluktuasi harga bahan bakar fosil, menunjukkan kontribusi geotermal terhadap ketahanan energi. PLTP Dieng memberikan pasokan listrik yang stabil dan mengurangi kerentanan sistem kelistrikan terhadap gangguan pasokan energi primer.
2. Diversifikasi Energi (UU No. 30/2007 Pasal 2 ayat 2 huruf b):
– Contoh: Pemerintah mendorong pengembangan berbagai jenis energi terbarukan, termasuk geotermal, tenaga surya, tenaga angin, dan биомасса. Diversifikasi ini mengurangi ketergantungan pada satu jenis sumber energi dan meningkatkan ketahanan sistem energi nasional. Pengembangan PLTP Ulumbu di Flores, NTT, adalah contoh diversifikasi energi di wilayah yang sebelumnya sangat bergantung pada PLTD.
3. Konservasi Energi (UU No. 30/2007 Pasal 2 ayat 2 huruf c):
– Contoh: Pemerintah menerapkan program audit energi bagi industri dan bangunan komersial untuk mengidentifikasi potensi penghematan energi. Hasil audit energi ini dapat digunakan untuk menerapkan teknologi yang lebih efisien dan mengurangi konsumsi energi.
4. Efisiensi Energi (UU No. 30/2007 Pasal 2 ayat 2 huruf d):
– Contoh: Penggunaan teknologi binary cycle pada PLTP memungkinkan pemanfaatan sumber panas bumi dengan suhu rendah yang sebelumnya tidak ekonomis. Teknologi ini meningkatkan efisiensi pembangkitan listrik dan mengurangi kebutuhan sumber panas bumi yang lebih tinggi.
5. Perlindungan Lingkungan Hidup (UU No. 30/2007 Pasal 2 ayat 2 huruf e):
– Contoh: Setiap proyek geotermal wajib memiliki AMDAL yang komprehensif dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. AMDAL ini harus mencakup kajian mengenai potensi dampak terhadap kualitas air, udara, tanah, keanekaragaman hayati, dan sosial ekonomi masyarakat. Contohnya, proyek PLTP Muara Laboh di Sumatera Barat, memiliki AMDAL yang ketat dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam proses penyusunannya. Selain itu, pengembang juga wajib melakukan reklamasi lahan pasca operasi untuk memulihkan kondisi lingkungan.
“Sebagai Ketua Umum AMH-EBTKE, saya menyerukan kepada semua pihak untuk bekerja sama secara konstruktif dalam mengembangkan energi geotermal secara berkelanjutan dan bertanggung jawab, dengan selalu berpedoman pada prinsip-prinsip yang digariskan dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2007. Ini berarti:
– Pemerintah: Harus memastikan bahwa semua proyek geotermal mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk UU EBTKE, UU Lingkungan Hidup, dan peraturan terkait pertanahan, tata ruang, dan masyarakat adat. Pemerintah juga harus menyediakan mekanisme pengawasan dan penegakan hukum yang efektif untuk mencegah terjadinya pelanggaran.
– Pengembang: Harus melaksanakan proyek geotermal dengan соблюдением standar lingkungan yang ketat, menghormati hak-hak masyarakat setempat, dan memberikan manfaat yang adil bagi masyarakat. Pengembang juga harus bersedia berdialog secara terbuka dan transparan dengan masyarakat dan pemerintah.
– Masyarakat: Harus berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan terkait proyek geotermal, menyampaikan aspirasi dan kekhawatiran mereka, dan bekerja sama dengan pemerintah dan pengembang untuk mencari solusi yang terbaik.
– AMH-EBTKE: Siap berperan sebagai mediator yang netral dan independen untuk menjembatani perbedaan antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat, serta memberikan masukan yang konstruktif untuk pengembangan energi geotermal yang berkelanjutan dan berkeadilan.”
“Mari kita jadikan energi panas bumi sebagai solusi, bukan sumber masalah. Dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip hukum dan keadilan, kita dapat mewujudkan energi bersih yang berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia.”