Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mendesak pengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta untuk menjalin kerja sama dengan PT Pertamina (Persero) guna mengatasi masalah ketersediaan stok bahan bakar minyak (BBM).
Gaperta.online-Dok
Desakan ini muncul menyusul kekosongan stok BBM yang melanda sejumlah SPBU swasta dalam sebulan terakhir. Bahlil menepis anggapan pemerintah membatasi pasokan, menegaskan bahwa SPBU swasta telah dialokasikan kuota impor sebesar 110 persen dari tahun sebelumnya.
Gaperta.online-Dok
“Jika masih terjadi kekurangan, kami meminta adanya kolaborasi dengan Pertamina. Ini penting karena menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujar Bahlil saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada 15 September 2025.
Gaperta.online-Dok
Bahlil melanjutkan, kolaborasi dengan Pertamina diharapkan dapat menjadi solusi konkret bagi ketersediaan BBM. Ia juga mengungkapkan telah membentuk tim khusus untuk menangani isu kekurangan stok ini, meskipun belum ada kepastian mengenai penambahan stok hingga akhir tahun bagi SPBU swasta.
Secara terpisah, Kementerian ESDM tengah merumuskan mekanisme pembelian BBM bagi pengelola SPBU swasta melalui Pertamina. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Laode Sulaeman, menjelaskan bahwa skema ini digagas sebagai solusi jangka panjang untuk mengatasi kelangkaan BBM yang kerap dialami SPBU swasta.
Gaperta.online-Dok
Laode memaparkan, melalui mekanisme baru ini, pasokan BBM untuk SPBU swasta akan disuplai langsung dari Pertamina. Namun, ia mengakui bahwa skema tersebut masih dalam tahap pengkajian mendalam, khususnya terkait penyesuaian spesifikasi aditif BBM yang berbeda antar badan usaha.
“Kami akan meminta data kebutuhan dan masukan dari seluruh badan usaha untuk kemudian diolah. Tenggat waktu satu minggu diberikan untuk pengumpulan data ini,” kata Laode usai pertemuan dengan perwakilan SPBU swasta di Kementerian ESDM, Jakarta, pada Rabu, 10 September 2025.
Kelangkaan stok di SPBU swasta telah terjadi sejak akhir Agustus. Situasi ini disinyalir dipicu oleh perubahan periode importasi BBM oleh pemerintah, dari setahun sekali menjadi enam bulan sekali, dengan evaluasi setiap tiga bulan, efektif sejak 26 Februari 2025. Aturan baru ini mengharuskan perusahaan memperbarui izin impor setiap enam bulan.
Selain itu, pengelola SPBU swasta kini diwajibkan memiliki izin usaha pengolahan atau niaga, serta melaporkan aktivitasnya secara berkala setiap tiga bulan kepada Direktorat Jenderal Migas. Kombinasi regulasi baru inilah yang diyakini menjadi penyebab krisis stok bensin di sejumlah SPBU swasta pada Agustus.