Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bandung berhasil mengungkap kasus korupsi yang terjadi di Balai Besar Pengembangan Pasar Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (BBPPK dan PKK) Lembang, Bandung Barat. Kasus ini melibatkan Kepala BBPPK dan seorang perantara.
Kepala Kejari Kabupaten Bandung, Donny Haryono Setyawan, menjelaskan bahwa kasus ini terungkap setelah audit oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada tanggal 5 Juni 2025.
Audit tersebut menemukan adanya kejanggalan dalam lelang pengadaan barang dan jasa.
Tersangka ED, yang menjabat sebagai Kepala BBPPK dan PKK Lembang, diduga melakukan korupsi terkait 11 paket pekerjaan fiktif pada tahun anggaran 2020. BBPPK dan PKK sendiri merupakan lembaga di bawah Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker).
Modus operandi yang dilakukan adalah membuat seolah-olah 11 paket pengadaan telah dilaksanakan, padahal tidak. Paket-paket tersebut meliputi pengembangan dan perlengkapan penunjang inkubasi bisnis, pengembangan website dan aplikasi, serta pengadaan peralatan pengolahan kopi. Pengadaan dilakukan dengan metode langsung, namun diduga fiktif.
Dalam menjalankan aksinya, tersangka ED bekerja sama dengan tersangka K, yang berperan sebagai perantara. Tersangka K meminjam nama 11 perusahaan seolah-olah perusahaan tersebut adalah penyedia jasa.
Namun, pada kenyataannya, pekerjaan tersebut dilaksanakan sendiri oleh ED dan K. Akibat perbuatan tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp 1.928.839.000.
Uang hasil korupsi tersebut digunakan untuk keperluan pribadi, seperti pembayaran kredit mobil, pembelian sepeda motor, dan kebutuhan sehari-hari. Sebagian uang juga didistribusikan kepada pihak lain.
Kejari Bandung tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus ini dan akan terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain, termasuk 11 perusahaan yang terlibat.
Kedua tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman 4 hingga 20 tahun penjara.