Sejumlah awak media melakukan audiensi dengan pihak Pertamina di Jalan Sutoyo, Pontianak, terkait dugaan praktik “kencing” solar yang melibatkan mobil tangki PT. Bota Makmur Perkasa di Sintang. Rombongan media diterima oleh Sdr. Budi, perwakilan Pertamina.
Dalam pertemuan yang berlangsung, awak media menyampaikan temuan terkait dugaan praktik ilegal “kencing” BBM jenis solar yang dilakukan oleh mobil tangki PT. Bota Makmur Perkasa pada hari Minggu, 14 September 2025, pukul 09.18 WIB di Kecamatan Sungai Tebelian, Kabupaten Sintang.
Menanggapi hal ini, Sdr. Budi dari Pertamina menjelaskan bahwa praktik “kencing” yang dilakukan di luar area Pertamina menjadi ranah Aparat Penegak Hukum (APH). Pihaknya mempersilakan awak media untuk melaporkan temuan tersebut kepada APH jika memiliki bukti yang cukup. “Jika ada bukti, silakan laporkan ke pihak APH,” tegasnya.
Sdr. Budi menambahkan bahwa BBM yang keluar dari depot Pertamina berstatus non-subsidi. Status subsidi atau non-subsidi baru ditentukan setelah BBM sampai di SPBU. Ia mencontohkan, jika terjadi praktik “kencing” di jalan, maka BBM tersebut tetap dianggap non-subsidi, kecuali jika sudah berada di SPBU.
Lebih lanjut, Sdr. Budi menjelaskan bahwa jika APH menemukan kasus penyelewengan BBM di lapangan, misalnya dalam bentuk beberapa drum atau jeriken, maka BBM tersebut akan dihitung sebagai non-subsidi. Hal ini berlaku meskipun mobil tangki yang digunakan berwarna merah, yang biasanya mengangkut BBM bersubsidi. “Walaupun kita tahu mobil tangki merah itu pasti mengangkut BBM subsidi, tetap tidak dihitung harga subsidi Rp. 6.800,” ujarnya.
Pernyataan ini berbeda dengan regulasi pemerintah yang menetapkan jenis BBM sejak keluar dari depot, yaitu subsidi (Biosolar) atau non-subsidi (Dexlite dan Pertamina Dex). SPBU hanya bertugas menyalurkan sesuai alokasi dan kuota yang ditetapkan.
Data resmi menunjukkan bahwa kuota BBM bersubsidi jenis solar untuk Kalimantan Barat tahun 2025 yang diusulkan adalah 474.801 KL, namun BPH Migas hanya menyetujui sekitar 445.000 KL. Secara nasional, kuota Pertalite ditetapkan 31,2 juta KL dan solar subsidi 18,3 juta KL. Realisasi penyaluran hingga triwulan I adalah 6,84 juta KL Pertalite (21,9% kuota) dan 4,19 juta KL solar subsidi (22,9% kuota).
Meskipun penyaluran masih sesuai kuota, keluhan mengenai keterbatasan solar subsidi dan harga yang melebihi HET sempat muncul di Kalbar. Pemerintah Provinsi Kalbar telah membentuk tim khusus untuk mengawasi distribusi BBM subsidi agar tepat sasaran.
Seorang warga berinisial S, yang juga pemilik kios, membenarkan adanya aktivitas penurunan BBM di lokasi tersebut. “Memang ada pemain yang biasa menurunkan BBM alias kencing solar,” ungkapnya.