Forum Bersama Insan Tambang (Forbina) melalui ketuanya, M. Nur, menyatakan sikap tegas terkait insiden anarkis di Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Woyla, Aceh Barat.
Forbina mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk memberikan perlindungan maksimal kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi dengan izin resmi.
Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap aksi kekerasan yang terjadi pada 3-5 Oktober 2025, saat Tim Pansus DPRK Aceh Barat melakukan kunjungan lapangan pasca-Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait aktivitas pertambangan di Krueng Woyla.
Dalam insiden tersebut, sekelompok masyarakat melakukan pelemparan dan perusakan terhadap kapal keruk milik PT Megalanic Garuda Kencana (MGK), salah satu perusahaan yang direkomendasikan untuk ditutup sementara oleh DPRK.
M. Nur menekankan bahwa tindakan anarkis tersebut tidak dapat ditoleransi. Ia mengingatkan bahwa PT MGK dan PT Koperasi Putra Putri Aceh (KPPA) beroperasi berdasarkan izin resmi yang dikeluarkan oleh negara.
Jika ada pihak yang merasa keberatan, seharusnya menempuh jalur hukum yang sah, bukan dengan melakukan tindakan kekerasan.
“Pemerintah dan aparat penegak hukum tidak boleh diam. Negara wajib hadir untuk memberikan kepastian hukum dan rasa aman kepada para investor yang telah memenuhi semua kewajiban sesuai undang-undang,” tegas M. Nur.
Forbina khawatir jika tindakan anarkis terus dibiarkan, akan mencoreng citra Aceh sebagai wilayah yang kondusif bagi investasi.
M. Nur menyerukan agar hukum ditegakkan sebagai panglima, bukan aksiMain hakim sendiri.