Magic Hands Keluarga 4 Generasi: Perempuan Ahli Pijat Jawa-Melayu Pertahankan Tradisi di Tengah Kesibukan Singapura
Sakit leher, cedera bahu, hingga pemulihan pascamelahirkan—para perempuan ahli pijat Jawa-Melayu dari keluarga Hajar Agil di Singapura selalu punya solusi dengan "magic hands" atau tangan bertuah mereka. Selama lebih dari 6 dekade, tradisi turun-temurun ini bertahan di tengah hiruk-pikuk kota, membantu ribuan orang melalui rekomendasi mulus.
Di rumahnya di Bedok atau selama kunjungan ke berbagai penjuru Singapura, Hajar Agil (lebih dari 70 tahun) masih menerima klien setiap hari.
Ia adalah akar dari keluarga 4 generasi ahli pijat, dibantu putrinya Halijah Tahir (54 tahun) dan cucunya Farhanah Khailani (35 tahun), serta anggota keluarga lainnya.
“Kami bantu orang merasa lebih baik—baik sakit leher, cedera bahu, atau perawatan pre-post melahirkan. Semua keluarga tahu teknik dasar, seperti lahir di keluarga petugas pertolongan pertama,” ujar Farhanah kepada Gaperta Online.
Gaperta.online-Dok
Ia juga menekankan batasan praktik: “Kalau masalah serius seperti cedera berdarah banyak, kami segera sarankan ke dokter.”
Tradisi ini dimulai dari nenek buyut Hajar, Yang Salamah, yang pada tahun 1950-an membantu warga kampung Geylang dan Kampong Ubi.
Inspirasi oleh ibunya, Hajar belajar pijat meski awalnya merasa canggung. Hal yang sama dialami Halijah, yang baru menguasai teknik sepenuhnya di usia 20-an dan kemudian menjadi ahli pijat pre-post melahirkan.
Farhanah, yang juga menjalankan bisnis desain interior, melihat pijat sebagai warisan keluarga yang harus dilestarikan.
“Rasanya kehilangan sejarah keluarga kalau tidak melanjutkannya,” katanya. Meski hanya punya dua anak laki-laki (9 dan 13 tahun), ia mengajarkan teknik dasar kepada mereka—seperti halnya laki-laki lain dalam keluarga yang menangani klien laki-laki.
Kesibukan keluarga ini tak main-main: ada klien yang mengetuk pintu pukul 3 pagi karena cedera. Namun, Hajar tetap tidak menolak siapa pun, menyerahkan tugas ke anak dan cucunya.
“Untuk urusan urut, kita harus ikhlas. Saya bersyukur tradisi ini bisa diteruskan dan berdoa agar tetap lestari,” ujarnya.