Di tengah meningkatnya kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan, mahasiswa Universitas Pertamina (UPER) menghadirkan solusi inovatif: SanPay, kartu pembayaran yang secara otomatis menghitung jejak karbon dari setiap transaksi. Inovasi ini menjawab kebutuhan mendesak akan alat pemantau emisi yang praktis dan mudah digunakan.
Temuan United Nations (2023) mengungkapkan bahwa rata-rata individu di perkotaan menghasilkan 20–30 kilogram CO₂ per hari, atau setara dengan 7–10 ton CO₂ per tahun, yang sebagian besar berasal dari pola konsumsi sehari-hari.
Sandi Pamungkas, mahasiswa Program Studi Ekonomi UPER, berinisiatif menciptakan SanPay sebagai platform pembayaran hijau yang memberdayakan masyarakat untuk berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan melalui setiap transaksi.
Bekerja sama dengan Singapore Management University, Sandi mengintegrasikan teknologi carbon-tracking yang canggih untuk mengestimasi jejak karbon dari setiap pembelian secara real time.
Dengan demikian, pengguna dapat melihat dampak langsung dari pola konsumsi mereka terhadap emisi yang dihasilkan.
AI Carbon Calculation Engine memungkinkan SanPay untuk menaksir emisi dari setiap transaksi secara akurat.
Sistem ini menggabungkan kategori belanja dan faktor emisi produk, sehingga pengguna dapat memahami dampak lingkungan dari pilihan konsumsi mereka dengan lebih transparan.
Inisiatif ini muncul dari kesadaran bahwa banyak orang kurang menyadari dampak emisi harian mereka. Padahal, perubahan kecil dalam perilaku, jika dilakukan secara kolektif, dapat menghasilkan perbedaan yang signifikan, jelas Sandi.
SanPay bekerja melalui kartu transaksi yang terhubung dengan berbagai metode pembayaran digital, seperti e-wallet dan kartu debit.
Saat pengguna melakukan aktivitas sehari-hari, setiap transaksi akan dicatat dan diproses oleh sistem.
Nominal dan kategori belanja kemudian dikalkulasi oleh mesin berbasis AI untuk mengestimasi jejak karbon yang dihasilkan.
Hasil perhitungan ini dikonversi menjadi poin keberlanjutan (Green Carbon) sebagai bentuk apresiasi atas gaya hidup ramah lingkungan.
Saat ini, SanPay sedang dalam tahap uji coba dan telah diimplementasikan pada sistem pembayaran transportasi umum di Jakarta, termasuk MRT.
Setiap perjalanan menghasilkan 15 poin keberlanjutan, yang dapat ditukarkan menjadi saldo Rp1.000 setelah mencapai 100 poin.
Poin ini berasal dari kalkulasi jejak karbon harian pengguna dan dikonversi menjadi kredit karbon.
Dengan estimasi bahwa satu ton karbon bernilai antara 5 hingga 15 dolar, SanPay berpotensi menghasilkan keuntungan yang signifikan.
Bahkan dengan seribu pengguna, nilai kredit karbon yang dihasilkan dapat mencapai sekitar 109 ribu dolar.
Penukaran poin ini adalah bentuk penghargaan bagi pengguna yang memilih mobilitas rendah emisi.
Setiap transaksi secara otomatis dihitung jejak karbonnya dan dikonversi menjadi kredit karbon, yang berpotensi dijual di pasar karbon sukarela.
Dengan demikian, pengguna tidak hanya mengurangi emisi tetapi juga berkontribusi pada ekonomi hijau, tambah Sandi.
Dalam kolaborasi dengan perusahaan telekomunikasi global, Ericsson, SanPay terus mengembangkan teknologi, termasuk peningkatan kinerja sistem, penyempurnaan pemodelan data, dan perluasan fitur agar dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan transaksi harian, termasuk pembelian di supermarket. Dukungan ini juga diwujudkan melalui pengembangan laman resmi SanPay.
Rektor Universitas Pertamina, Prof. Dr. Ir. Wawan Gunawan A. Kadir, M.S., IPU., memberikan apresiasi atas inovasi ini, yang sejalan dengan komitmen UPER dalam pengembangan teknologi berkelanjutan dan penguatan performa kampus pada THE Impact Rankings, yang menilai kontribusi perguruan tinggi terhadap pencapaian SDGs.
“Keberhasilan ini mencerminkan konsep pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum Universitas Pertamina, termasuk peminatan energy and economic sustainability di Prodi Ekonomi UPER, yang mendorong mahasiswa untuk menghasilkan solusi yang relevan bagi tantangan keberlanjutan,” kata Prof. Wawan.