Example floating
Example floating
Example 728x250
BeritaRegional

Air Mati Sebulan, Warga Ampera Raya Tetap Ditagih Retribusi: “Kami Bayar untuk Apa?

Avatar photo
43
×

Air Mati Sebulan, Warga Ampera Raya Tetap Ditagih Retribusi: “Kami Bayar untuk Apa?

Sebarkan artikel ini

Sumber: Rizal Warga dan Pengamat Publik

Kubu Raya, [Gaperta.online] – Krisis air bersih kembali mencuat di Kabupaten Kubu Raya. Sudah lebih dari sebulan, warga Jalan Ampera, Desa Ampera Raya, Kecamatan Sungai Ambawang tidak menerima pasokan air bersih dari PDAM. Ironisnya, meski keran rumah mereka kering total, tagihan retribusi tetap dikirim tanpa kompromi ungkap Hadi Blec pada wartwan.
Pada hari Selasa, 6 Mei 2025

Keluhan muncul dari berbagai kompleks pemukiman seperti Perumahan Ampera Raya, Arrafah Resident, dan Darussalam. Warga terpaksa membeli air galon setiap hari untuk kebutuhan dasar seperti mandi, mencuci, dan buang air.

Seorang warga juga bicara dengan nada geram,” Ini penghinaan. Air mati sebulan penuh, tapi kami tetap dipaksa bayar. Kami bayar untuk apa? Untuk angin?” tegas Rizal (39), warga Arrafah Resident.

Pipa distribusi air yang dibangun menggunakan dana APBD melalui Dinas PUPR kini mandek tanpa kejelasan. Menurut pihak PDAM, distribusi dihentikan karena belum adanya serah terima aset secara resmi dari Pemkab Kubu Raya, sehingga mereka mengklaim tak punya wewenang penuh untuk mengelola jaringan air tersebut.

Pengamat layanan publik, Nur Hidayati dari Forum Transparansi Layanan Daerah, menyebut ini sebagai bentuk kelalaian fatal.

“Ini bukan hanya masalah administrasi—ini pelanggaran hak dasar. Ketika air bersih tidak tersedia tapi rakyat tetap ditagih, itu bentuk pelecehan terhadap pelayanan publik,” ujarnya tegas.

Ia mendesak Ombudsman dan DPRD Kubu Raya turun tangan, menyelidiki potensi pembiaran sistematis dalam penghentian layanan.

Warga menilai, alih-alih bertanggung jawab, pemerintah dan PDAM justru saling lempar beban. Tak ada kejelasan, tak ada komunikasi, hanya penderitaan yang makin menumpuk.

Tiga prinsip dasar yang diabaikan:

Warga berhak atas air bersih yang layak.

Pembayaran harus berbanding lurus dengan layanan.

Penarikan retribusi tanpa layanan adalah bentuk penindasan.

Masyarakat kini menuntut tindakan nyata: percepatan serah terima aset, penghentian sementara retribusi hingga layanan kembali normal, dan kompensasi atas kerugian yang mereka alami.

“Kalau tak sanggup kelola, jangan korbankan kami. Pemerintah gagal, tapi rakyat yang menanggung,” tutup Rizal dengan nada getir.