Depok, Gaperta.Online
Minggu, 13 Juli 2025
Kebijakan Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Jawa Barat 2025 diduga diselewengkan secara sistematis oleh oknum kepala sekolah, operator, dan pejabat di Kota Depok. LSM Penjara Tompai Baraba mengecam keras praktik jual beli kursi yang mengorbankan hak anak-anak kurang mampu, padahal program ini seharusnya menjadi solusi bagi mereka yang terancam putus sekolah.

Kebijakan Gubernur Disalahgunakan
Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) sebenarnya telah mengatur ketat jalur afirmasi PAPS melalui Keputusan Gubernur No. 463.1/Kep.323-Disdik/2025 (26 Juni 2025). Aturan ini memperbolehkan penambahan rombongan belajar (rombel) hingga 50 siswa di sekolah negeri, khusus untuk :
1. Murid dari keluarga ekonomi lemah.
2. Anak panti asuhan terdaftar di Dinsos.
3. Korban bencana alam.
4. Peserta binaan lingkungan sosial-budaya.
Namun, Tompai Baraba, Ketua LSM Penjara, mengungkapkan bahwa banyak kursi PAPS justru diisi oleh anak-anak orang berpengaruh yang mampu “membeli” akses.

Modus Kecurangan Terstruktur
Dalam konferensi pers di Kantor KCD 2 Bogor (11/7/2025), Tompai menyatakan:
– “Ada permainan sistematis antara oknum operator sekolah, kepala sekolah, dan pejabat terkait. Mereka menjual kursi PAPS kepada yang mampu bayar, sementara anak miskin antre berhari-hari justru ditolak.”
– “Ini pengkhianatan terhadap program Pak Gubernur. KDM ingin bantu rakyat kecil, tapi oknum malah mengeruk keuntungan!”
Panggilan Darurat untuk Kadisdik Jabar
LSM Penjara mendesak Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat untuk :
✔️ Bentuk tim investigasi independen untuk mengaudit SMA/SMK negeri di Depok.
✔️ Usut tuntas pelaku dan beri sanksi tegas sesuai aturan KDM.
✔️ Lindungi hak anak kurang mampu yang terancam tak dapat sekolah.
“Jangan biarkan anak Depok putus sekolah hanya karena permainan kotor oknum!” tegas Tompai.
Dampak :
Banyak orang tua murid yang sudah antre sejak tahap 1 dan 2 SPMB merasa dikalahkan oleh calon siswa “berpengaruh”. Padahal, program ini seharusnya menjadi solusi, bukan ajang korupsi.
Tunggu Apa Lagi, Pak Kadisdik ?
Masyarakat menunggu tindakan cepat sebelum lebih banyak hak anak terampas.