Jakarta,
Proses revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kembali mencuri perhatian publik setelah terungkapnya pembentukan tim kecil oleh mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Hiariej. Keberadaan tim ini diduga menjadi arena negosiasi pasal-pasal krusial yang belum disepakati secara terbuka, memunculkan kekhawatiran atas transparansi dalam amendemen salah satu undang-undang paling fundamental di bidang hukum ini.
Tim Khusus di Balik Pembahasan Revisi KUHAP
Revisi KUHAP telah lama digadang-gadang sebagai upaya modernisasi sistem peradilan pidana Indonesia. Namun, prosesnya kerap diwarnai polemik, mulai dari perdebatan substansi hingga mekanisme pembahasan yang dinilai tidak partisipatif.
Belakangan, terungkap bahwa mantan Wamenkumham Eddy Hiariej membentuk tim kecil yang bertugas membahas pasal-pasal sensitif dalam draf revisi. Tim ini dikabarkan terdiri dari pakar hukum, perwakilan lembaga penegak hukum, dan beberapa pihak terkait, namun cenderung tertutup dari publik.
Sejumlah sumber menyebutkan, tim tersebut menjadi ruang rahasia tempat negosiasi pasal-pasal kontroversial, seperti:
1. Pembatasan Praperadilan – Ada usulan membatasi ruang lingkup praperadilan, yang dikhawatirkan melemahkan kontrol terhadap kesewenang-wenangan penegak hukum.
2. Penyadapan dan Pengawasan – Revisi mengatur perluasan kewenangan penyadapan, tetapi berpotensi berbenturan dengan hak privasi.
3. Asas Presumption of Innocence – Beberapa pihak menilai ada pasal yang dapat mengikis prinsip presumption of innocence (asas praduga tak bersalah).
Kritik atas Keterbukaan Proses Revisi
Pembentukan tim kecil ini memicu kritik dari sejumlah kalangan, termasuk akademisi dan pegiat hukum. Mereka menilai proses revisi KUHAP seharusnya melibatkan partisipasi publik lebih luas, mengingat KUHAP adalah procedural law yang berdampak langsung pada hak-hak dasar warga negara.
“Revisi KUHAP tidak boleh dibahas secara tertutup oleh segelintir orang. Masyarakat berhak tahu dan memberikan masukan, karena ini menyangkut perlindungan hak asasi dalam proses hukum,” ujar [Nama Pakar Hukum, jika ada].
Program ‘Bocor Alus Politik’: Dinamika di Balik Layar
Isu tim rahasia ini juga diangkat dalam program Bocor Alus Politik, yang mengulas dinamika lobi-lobi politik di balik revisi KUHAP. Program tersebut menyoroti bagaimana kepentingan berbagai pihak, termasuk lembaga penegak hukum, saling bersaing dalam memengaruhi draf akhir revisi.
Respons Pemerintah
Ketika dikonfirmasi, mantan Wamenkumham Eddy Hiariej membantah adanya ketertutupan dalam proses revisi. Ia menegaskan bahwa tim kecil dibentuk untuk mempercepat pembahasan pasal-pasal teknis, sementara masukan publik tetap diterima melalui mekanisme resmi.
“Kami tetap berkomitmen pada proses yang transparan. Tim ini hanya membantu mematangkan draf sebelum dibahas lebih luas,” kata Eddy.
Namun, skeptisisme tetap muncul, terutama karena revisi KUHAP kerap disebut sebagai proyek politis yang dapat menguntungkan pihak tertentu.
Apa yang Perlu Diwaspadai?
Revisi KUHAP adalah momentum penting untuk memperbaiki sistem peradilan pidana Indonesia. Namun, jika prosesnya tidak transparan, dikhawatirkan justru melahirkan celah baru yang dapat disalahgunakan untuk melemahkan perlindungan hukum warga negara.
Masyarakat dan pemangku kepentingan perlu terus memantau perkembangan revisi ini, mendorong keterbukaan, dan memastikan bahwa KUHAP yang baru benar-benar berorientasi pada keadilan, bukan kepentingan segelintir elite.