Example floating
Example floating
Example 728x250
BeritaRegional

Herman Hofi : Sekolah Rakyat Berisiko Tinggi Dan Akan Terjadi Ketimpangan Serta Stigma Kemiskinan

Avatar photo
28
×

Herman Hofi : Sekolah Rakyat Berisiko Tinggi Dan Akan Terjadi Ketimpangan Serta Stigma Kemiskinan

Sebarkan artikel ini

Sumber : Dr Herman Hofi Munawar

Pontianak, [Gaperta.online] – Rencana Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, yang menyatakan kesiapan Pemerintah Kota untuk mendukung pembangunan Sekolah Rakyat di Pontianak Utara mendapat sorotan tajam dari pengamat hukum dan kebijakan publik Kalimantan Barat, Dr. Herman Hofi Munawar.

Pemkot Pontianak diketahui telah menyiapkan lahan seluas 4,5 hektare guna mendukung program yang digagas pemerintah pusat ini. Sekolah Rakyat disebut-sebut sebagai solusi pemerataan akses pendidikan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, Dr. Herman mempertanyakan urgensi, konsep dasar, dan implikasi kebijakan tersebut.

Kalau konsep dasarnya memang ditujukan bagi masyarakat miskin, ini justru sangat berisiko memperdalam jurang ketimpangan sosial. Kita sedang bicara soal pendidikan, bukan soal bantuan sosial. Apalagi anehnya, program ini justru berada di bawah Kementerian Sosial, bukan Kementerian Pendidikan,” ujar Dr. Herman. Kamis, 10/4/2024

Ia menilai, apabila sekolah ini tidak dirancang dengan kehati-hatian dan tanpa kesiapan sumber daya pendidik maupun fasilitas penunjang, maka bisa melahirkan masalah baru di dunia pendidikan lokal. Ia bahkan menyebut saat ini saja banyak sekolah di Pontianak mengalami kekurangan guru dan tenaga non kependidikan.

Pemerintah daerah masih disibukkan dengan pembenahan institusi pendidikan yang ada. Lalu kenapa justru dibebani lagi dengan program baru yang belum tentu mampu dikelola optimal? Ini kebijakan yang bisa menjadi beban tambahan, bukan solusi,” tegasnya.

Dr. Herman juga menyoroti risiko sosial yang timbul akibat pemisahan institusi pendidikan berdasarkan latar belakang ekonomi. Menurutnya, hal ini menciptakan segregasi sosial sejak usia dini, yang akan berdampak panjang pada kemampuan dan daya saing anak-anak di masa depan.

“Kalau anak-anak miskin hanya berkumpul di satu sekolah dengan fasilitas seadanya, lalu anak-anak kaya di sekolah lain yang lebih baik, ini bukan pemerataan. Ini diskriminasi struktural. Bahaya jangka panjangnya besar,” kata dia.

Lebih jauh, ia mengingatkan tentang potensi munculnya stigma sosial yang melekat pada Sekolah Rakyat. Label sebagai “sekolah kelas dua” bisa berdampak pada psikologis siswa dan memperkuat stereotip negatif tentang kemiskinan.

“Sistem seperti ini bisa memperkuat lingkaran setan kemiskinan. Kita harus ingat, pendidikan bukan hanya soal akses, tapi juga kualitas. Jangan sampai kebijakan ini justru menjadi bentuk ketidakadilan yang dilembagakan.”

Dr. Herman menegaskan, jika pemerintah pusat serius dengan gagasan Sekolah Rakyat, maka harus ada jaminan kesetaraan kualitas pendidikan, fasilitas, dan tenaga pengajar. Ia juga mengingatkan agar program ini tidak menjadi beban fiskal tambahan bagi pemerintah daerah.

Kita tentu semua ingin pendidikan merata, tapi bukan dengan cara memisahkan anak-anak miskin dalam sistem tersendiri. Yang kita perlukan adalah integrasi, bukan segregasi. Dan yang terpenting, mutu pendidikan harus setara, apa pun latar belakang ekonominya.” pungkaanya.