Media Gaperta Online menemukan sejumlah indikasi serius dalam pelaksanaan Program Optimalisasi Lahan (Opla) Tahun Anggaran 2025 di Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Hasil investigasi awal dan wawancara langsung dengan Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Amanuban Selatan, Peter Nahak, membuka celah dugaan adanya praktik manipulasi data penerima, ketidaktransparanan prosedur, hingga potensi penyalahgunaan anggaran negara.
Dalam wawancara tersebut, Kepala BPP hanya mengungkap satu informasi dasar, yaitu jumlah penerima manfaat sebanyak 32 kelompok tani, tanpa mampu menjelaskan data verifikasi, mekanisme penetapan, maupun dasar hukum pelaksanaannya.
Lebih mencurigakan lagi, ia berulang kali menolak memberi penjelasan substantif dan menyarankan agar media langsung bertanya kepada Kepala Dinas Kabupaten dan Provinsi.
Sikap defensif ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai apa yang sebenarnya terjadi di lapangan, dan apakah ada upaya pengaburan informasi publik terkait pelaksanaan Program Opla.
POTENSI DUGAAN KORUPSI YANG MENGEMUKA
1. Indikasi Manipulasi Data Penerima Manfaat
Kasus paling mencolok adalah diakomodasinya Kelompok Tani Tiga Bintang, yang secara domisili berada di wilayah Kualin/Kuallin Raya, namun tetap ditetapkan sebagai penerima manfaat Opla di Kecamatan Amanuban Selatan.
Kepala BPP menyebut hal tersebut “wajar” hanya karena ketua kelompok berasal dari Desa Bena dan memiliki lahan di sana.
Padahal secara aturan administratif, domisili, keberadaan lahan, dan kejelasan wilayah sasaran merupakan syarat utama.
Ini membuka dugaan:
– Apakah data kelompok penerima dimanipulasi?
– Apakah ada kepentingan tertentu yang ingin diakomodasi?
– Apakah ada kelompok lain yang tidak memenuhi syarat namun tetap dimasukkan?
– Apakah pengalihan penerima ini terkait proyek anggaran?
2. Indikasi Penyalahgunaan Wewenang
Pengalihan kelompok dari luar wilayah tanpa dasar regulatif yang jelas berpotensi merupakan tindakan:
– Manipulasi administratif,
– Penyimpangan prosedur program negara,
– Atau bentuk prioritas ilegal kepada pihak tertentu.
Ini membuka ruang bagi dugaan abuse of power yang harus diperiksa oleh aparat penegak hukum.
3. Penghindaran Transparansi oleh Penanggung Jawab Lapangan
Penolakan Kepala BPP untuk memberikan informasi di luar jumlah kelompok memperkuat dugaan adanya:
– Penyembunyian fakta lapangan,
– Upaya menutup akses data,
– Atau adanya instruksi tertentu untuk tidak membuka informasi sensitif.
Ini adalah indikator klasik dalam pola dugaan korupsi sektor pertanian.
4. Tidak Ada Penjelasan Verifikasi 32 Kelompok Lainnya
Jika satu kelompok dari luar wilayah bisa masuk sebagai penerima Opla, maka sangat mungkin:
– Ada kelompok yang tidak memenuhi syarat lainnya juga difasilitasi,
– Ada permainan data penerima manfaat,
– Atau ada paket “titipan” dalam daftar penerima.
PERTANYAAN KUNCI DALAM DUGAAN KORUPSI INI
1. Apakah data penerima manfaat Opla 2025 telah direkayasa untuk memasukkan kelompok tertentu?
2. Siapa yang menginstruksikan agar kelompok dari luar wilayah dimasukkan sebagai penerima Opla Amanuban Selatan?
3. Apakah ada calon penerima lain yang dicoret agar memberi ruang kepada kelompok tertentu?
4. Apakah BPP sengaja dibatasi dalam memberikan informasi karena ada pihak yang ingin mengendalikan narasi publik?
5. Bagaimana peran Dinas Pertanian Kabupaten TTS dan Dinas Pertanian Provinsi NTT dalam proses pengambilan keputusan ini?
Dengan mempertimbangkan seluruh indikasi di atas, Media Gaperta Online secara resmi meminta:
1. Pemerintah Pusat (Kementerian Pertanian RI)
Segera melaksanakan investigasi lapangan untuk mengungkap keaslian data, proses verifikasi, serta potensi kecurangan teknis dalam pelaksanaan Opla 2025 di Amanuban Selatan.
2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Melakukan penyelidikan awal terhadap dugaan manipulasi data, potensi mark-up, penyalahgunaan kewenangan, serta kemungkinan keterlibatan oknum dalam penyaluran Opla.
3. Kepolisian Daerah NTT (Polda NTT)
Mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan program ini, termasuk memeriksa:
– Oknum pengambil keputusan,
– Mekanisme administrasi,
– Alur penetapan kelompok tani,
– Dan potensi keuntungan pribadi dari program negara.
Program Opla adalah program kementerian yang dibiayai anggaran negara. Maka setiap langkah penyimpangan, sekecil apa pun, merupakan tindak pidana korupsi yang wajib ditindak.
Sesuai dengan prinsip jurnalisme yang berimbang, redaksi membuka ruang bagi pihak-pihak yang namanya disebut dalam rilis ini, terutama Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Amanuban Selatan, Dinas Pertanian Kabupaten TTS, dan Dinas Pertanian Provinsi NTT, untuk memberikan hak jawab dan klarifikasi.
Klarifikasi dapat disampaikan secara tertulis maupun melalui wawancara langsung dengan redaksi Media Gaperta Online.
Kami berkomitmen untuk menayangkan hak jawab tersebut secara proporsional dan berimbang sebagai bagian dari upaya penyajian informasi yang komprehensif kepada publik.