Dalam negara hukum, setiap ucapan pejabat publik bukan sekadar kata-kata, melainkan kebijakan moral yang berdampak pada kehidupan rakyat. Sayangnya, belakangan ini, pernyataan kontroversial pejabat justru menjadi tontonan rutin yang merendahkan martabat publik.
Contoh Nyata: Kesombongan yang Dibungkus Maaf
1. Menteri ATR/BPN pernah menyatakan, “Tanah tidak produktif dalam 2 tahun akan disita negara. Tidak ada mbahmu yang buat tanah!”
2. Seorang Bupati menaikkan pajak 250% sambil menantang: “Bahkan demo 50.000 orang tak akan membuatku mundur!”
Ketika kritik membanjir, mereka dengan mudah mengucapkan “maaf” seolah masalah selesai. Padahal, maaf tanpa perubahan sikap hanyalah basa-basi politik yang mengikis kepercayaan publik.
Mengapa Ini Berbahaya?
– Pelanggaran hukum: UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan mewajibkan pejabat menjalankan asas kepentingan umum, kecermatan, dan larangan penyalahgunaan wewenang. Ucapan sembrono bisa termasuk pelanggaran asas pemerintahan yang baik.
– Krisis budaya malu: Pejabat kita kehilangan rasa tanggung jawab moral. Bandingkan dengan Jepang atau Korea Selatan, di mana pejabat yang bersalah langsung mengundurkan diri—bahkan ada yang memilih harakiri (ritual bunuh diri) demi kehormatan.
Pelajaran untuk Pemimpin Sumatera Selatan
Rakyat bukan kelinci percobaan kebijakan, apalagi sasaran pelampiasan ego kekuasaan. Pemimpin sejati harus:
1. Mendengar keluh kesah rakyat,
2. Berkata dengan hati-hati,
3. Bertindak dengan rendah hati.
Perspektif Agama: Jabatan adalah Amanah
Dalam Islam, kepemimpinan adalah titipan Allah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban.” (HR. Bukhari-Muslim).
Mempertahankan kekuasaan setelah menyakiti rakyat adalah kemunafikan yang jauh dari nilai Islam.
Penutup: Maaf Bukan Solusi
– Maaf bukan penghapus dosa politik jika tak diikuti perbaikan.
– Budaya malu dan tanggung jawab harus dikembalikan.
– Jabatan adalah amanah, bukan hak istimewa.
Tanpa perubahan ini, negeri ini akan terus dipimpin oleh orang-orang yang lidahnya lebih cepat dari pikirannya.