Jakarta – Rabu, 16 Juli 2025
Sepanjang Jalan Raya Cipinang Jaya, aktivitas perdagangan di atas trotoar dan bantaran kali marak terjadi. Tidak hanya menghalangi akses pejalan kaki, para pedagang juga diketahui menyewakan lapak-lapak dagangan secara bulanan maupun tahunan kepada pemilik usaha lainnya. Yang lebih mengejutkan, beberapa pemilik lapak mengaku membayar iuran sebesar Rp150.000 per bulan ke Bank DKI Jakarta untuk setiap lapak yang berdiri di atas trotoar dan bantaran kali.

Fenomena ini terjadi mulai dari Cipinang Elok 1 hingga sepanjang Jalan Raya Cipinang Jaya. Keberadaan lapak-lapak tersebut diduga melanggar Peraturan Walikota dan Gubernur DKI Jakarta tentang penertiban trotoar serta larangan berjualan di bantaran kali. Namun, saat dikonfirmasi, pihak Kelurahan Cipinang Muara terkesan menghindar dan tidak memberikan tanggapan jelas.

Melanggar Aturan atau Dibiarkan ?
Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No. 31 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, berjualan di trotoar dan bantaran kali dilarang karena mengganggu ketertiban dan kebersihan kota. Selain itu, Peraturan Walikota Jakarta Timur juga mengatur larangan serupa. Namun, praktik penyewaan lapak dan pembayaran iuran ke Bank DKI memunculkan pertanyaan apakah ada pihak tertentu yang membiarkan atau bahkan mengesahkan aktivitas ini.

Respons Kelurahan Dipertanyakan
Upaya konfirmasi kepada pihak Kelurahan Cipinang Muara tidak mendapatkan respons memadai. Sejumlah warga mengeluhkan sikap aparat yang terkesan “tutup mata” terhadap masalah ini. “Sudah lama terjadi, tapi tidak pernah ada tindakan tegas,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Bank DKI: Iuran Bukan Legalisasi Pelanggaran
Sementara itu, pihak Bank DKI Jakarta belum memberikan klarifikasi resmi mengenai alasan pemungutan iuran Rp150.000 per lapak. Apakah pembayaran tersebut merupakan bentuk legalisasi atau hanya pungutan administrasi semata, masih perlu dikaji lebih lanjut.
Dampak bagi Masyarakat
Keberadaan lapak-lapak liar di trotoar dan bantaran kali tidak hanya mengganggu estetika kota, tetapi juga berpotensi menimbulkan masalah lingkungan dan kemacetan. Masyarakat berharap pemerintah daerah segera menertibkan aktivitas ini demi kenyamanan bersama.
Pemerintah Diminta Bertindak Tegas
Pengamat tata kota dari Universitas Indonesia, Dr. Yayat Supriatna, MSP dari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota. Selain itu, ada juga M. Aziz Muslim yang juga dikenal sebagai pengamat tata kota dari UI.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada tindakan nyata dari pihak berwenang untuk menertibkan lapak-lapak tersebut. Masyarakat menunggu langkah konkret Pemprov DKI Jakarta dan aparat kelurahan setempat dalam menyikapi masalah ini.