Jakarta, Gaperta.Online
Sabtu, 12 Juli 2025
1. Kebebasan Redaksi dalam Pencabutan Berita
– Pedoman Media Siber (Dewan Pers) memang mengatur bahwa berita tidak boleh dicabut secara sepihak kecuali terkait SARA, kesusilaan, atau kepentingan anak-anak. Namun, redaksi tetap memiliki hak untuk melakukan koreksi, ralat, atau pembaruan berita sesuai Pasal 5 Peraturan Dewan Pers No. 1/2012.
– Jika berita dihapus tanpa pemberitahuan, itu bisa dianggap pelanggaran. Namun, jika redaksi memberikan hak jawab atau pembaruan berita, hal itu sah selama diumumkan kepada publik.
2. Tidak Ada Larangan Mutlak Penghapusan Berita dalam UU ITE
– UU ITE (Pasal 32) mengatur tentang kewajiban media siber untuk mencantumkan syarat dan ketentuan penggunaan, termasuk kebijakan editorial.
– Jika media memiliki kebijakan internal yang memperbolehkan penghapusan berita dengan alasan valid (misalnya : kekeliruan fakta, pelanggaran privasi, atau permintaan hukum), maka hal itu tidak melanggar UU ITE selama tidak bersifat penipuan atau penyebaran hoaks.
3. Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Tidak Melarang Penghapusan, Asal Ada Mekanisme yang Jelas
– Pasal 10 KEJ hanya mewajibkan permintaan maaf dan pemberitahuan jika ada ralat/pencabutan, tetapi tidak melarang penghapusan berita secara mutlak.
– Jika media mengganti/menghapus berita tanpa pemberitahuan, itu bisa dianggap pelanggaran KEJ. Namun, jika ada mekanisme klarifikasi sebelumnya, hal itu masih dalam koridor etika.
4. Klaim “Penghapusan Berita Merusak SEO” Tidak Relevan Secara Hukum
– Masalah SEO adalah aspek teknis, bukan hukum. Media berhak mengelola kontennya selama sesuai dengan aturan Dewan Pers dan UU ITE.
Pertanyaan Kritis untuk Ketua DPW PW-FRN dan Narasumber :
1. Apakah semua kasus penghapusan berita yang dimaksud benar-benar tanpa alasan ?
– Media mungkin memiliki pertimbangan internal (seperti permintaan pihak terkait, kekeliruan fakta, atau ancaman hukum). Apakah DPW PW-FRN sudah memverifikasi setiap kasus ?
2. Bagaimana dengan hak media untuk memperbaiki atau menarik berita jika terbukti salah ?
– Apakah DPW PW-FRN berpendapat bahwa media harus mempertahankan berita yang keliru meskipun sudah ada permintaan koreksi ?
3. Apakah ada laporan resmi ke Dewan Pers terkait pelanggaran ini ?
– Jika memang terjadi pelanggaran berat, seharusnya ada proses pengaduan ke Dewan Pers, bukan hanya pernyataan di media.
4. Bagaimana dengan media yang menghapus berita karena alasan hukum (misalnya ancaman UU ITE atau gugatan pencemaran nama baik) ?
– Apakah DPW PW-FRN menganggap bahwa media harus mempertaruhkan sanksi hukum demi mempertahankan berita ?
Kesimpulan :
– Penghapusan berita tidak otomatis melanggar hukum jika dilakukan dengan mekanisme yang jelas (ralat, hak jawab, atau alasan valid).
– Pernyataan Ketua DPW PW-FRN terlalu umum dan perlu didukung bukti spesifik tentang pelanggaran.
– Media tetap memiliki hak editorial, selama mengikuti pedoman Dewan Pers dan UU ITE.
Saran :
– Ketua DPW PW-FRN sebaiknya mengajukan kasus konkret ke Dewan Pers jika menemukan pelanggaran.
– Media yang menghapus berita seharusnya transparan dengan memberikan pemberitahuan kepada publik.