Praktisi hukum pidana dan Ketua Litbang YLBH-LMRRI menyoroti penerapan restorative justice (RJ) di Polres Jakarta Timur terkait kasus dugaan penipuan yang melibatkan orang tua seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI).
Gaperta.online-Dok
Kasus ini bermula dari kecelakaan lalu lintas di Tol Jagorawi KM 48 pada 2 November 2024 lalu. Devano Adriel Prananto, mahasiswa FEB UI, diduga mengendarai mobil Chevrolet B 2972 STZ dalam kondisi mabuk dan menabrak mobil Gran Max F 8538 HM serta Honda Brio. Akibatnya, orang tua Devano, DP dan AM, berjanji akan menanggung biaya perbaikan mobil di Honda Surya Cijantung. Namun, mereka diduga mengingkari perjanjian tersebut.
Briptu Moh Jusef, penyidik Unit III Ranmor Satreskrim Polres Jakarta Timur, mengirimkan surat undangan RJ kepada Dekan FEB UI, Yulianti, untuk menghadirkan Devano beserta orang tuanya. Pemanggilan ini menuai kritik karena dianggap tidak lazim melibatkan pihak kampus dalam kasus yang bersifat pidana.
Ketua Litbang YLBH-LMRRI, Bambang, menjelaskan bahwa mahasiswa yang terlibat proses hukum pidana dapat dikenakan sanksi akademik berupa teguran, skorsing, hingga pemecatan. “Perguruan tinggi memiliki peraturan akademik yang mengatur sanksi bagi mahasiswa yang terlibat tindak pidana seperti pencurian, mabuk miras, narkoba, atau kekerasan,” ujarnya.
Pakar pidana dari UPS Jateng, Dr. Siswanto, SH.MH, menyatakan bahwa kasus ini berpotensi sebagai tindak pidana penipuan Pasal 378 KUHP karena menyebabkan kerugian materiil berupa biaya perbaikan mobil.
Kepala Bengkel Honda Surya Cijantung, Didik, yang juga diundang dalam RJ, mengaku kecewa dengan ketidakhadiran Dekan FEB UI, DP, AM, dan Devano. “Ketidakhadiran mereka sangat merugikan saya karena membuang waktu,” katanya.