Sdr. Kikila Adi Kusuma bersama KIAMAT, KPKM Sultra, GEMPA Indonesia, dan KOMPAS Datangi Mabes Polri Ajukan Perlawanan Hukum terhadap Polda Sultra

banner 120x600
banner 468x60

Jakarta,

Tekanan publik terhadap penanganan perkara pertanahan di Sulawesi Tenggara memasuki babak baru setelah Sdr. Kikila Adi Kusuma bersama empat organisasi besar tiba di Jakarta untuk mengajukan laporan resmi ke Mabes Polri. 

Kedatangan mereka menjadi simbol perlawanan terhadap dugaan penyimpangan penyidikan yang dilakukan Polda Sultra, terutama terkait pemanggilan berlapis dan dugaan kriminalisasi yang kini menyeret sepuluh aktivis ke rumah tahanan kepolisian.

Kikila menjelaskan bahwa pemanggilan terhadap dirinya dilakukan melalui tiga surat berbeda, masing-masing mengacu pada pasal dan penyidik yang tidak sama, namun menyangkut peristiwa tunggal. 

Menurutnya, ketidaksesuaian tersebut bukan hanya persoalan administrasi, tetapi sebuah indikasi bahwa proses penyidikan tengah berjalan tanpa koordinasi dan tanpa kepastian hukum. 

Ia menegaskan bahwa langkah mendatangi Mabes Polri adalah upaya untuk memastikan bahwa hak hukum setiap warga negara tetap dilindungi dan tidak dikompromikan oleh kekeliruan prosedur.

Dalam pernyataannya, Kikila juga menyinggung penahanan sepuluh aktivis yang ikut aksi penolakan constatering di Kendari. 

Mereka disebut ditangkap tanpa pemberitahuan kepada keluarga, sebagian dilakukan di rumah masing-masing, dan sebagian lainnya berdasarkan tuduhan yang belum sepenuhnya terverifikasi melalui pemeriksaan mendalam. 

Kikila menyebut situasi tersebut sebagai pola tekanan yang tidak semestinya terjadi dalam negara hukum.

Roslina Afi, perwakilan KPKM Sultra, menegaskan bahwa penanganan informasi oleh Dirkrimum Polda Sultra memunculkan keprihatinan serius. 

Ia menilai bahwa pernyataan-pernyataan kepada pers disampaikan sebelum pemeriksaan tuntas dan fakta lengkap terhimpun. 

Pola komunikasi seperti itu, menurutnya, menciptakan bias dan memperkuat dugaan bahwa penyidikan sedang dikelola dengan pendekatan pencitraan, bukan profesionalitas.

Sementara itu, Ketua Umum KIAMAT, Raden Salianto, S.M, M.M,  menyebut bahwa penyidikan yang baik membutuhkan ketenangan dan disiplin administrasi, bukan kegaduhan yang lahir dari rilis pers yang terburu-buru. 

Ia menyampaikan bahwa pihaknya bersama koalisi akan membuka seluruh temuan kepada lembaga-lembaga negara, termasuk Komnas HAM, Ombudsman RI, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung. 

Menurutnya, tindakan PN Kendari dalam melaksanakan constatering juga perlu ditinjau ulang melalui jalur resmi, termasuk Badilum MA, karena terdapat sejumlah indikasi penyimpangan prosedural pada tahap pelaksanaan di lapangan.

Koalisi memastikan bahwa perjuangan ini tidak berhenti di meja Mabes Polri. Mereka membuka kemungkinan untuk menggelar aksi besar di Jakarta sebagai bentuk protes terhadap potensi kecurangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun aparat kepolisian. 

Mereka menegaskan bahwa perlawanan ini akan terus berlangsung sampai semua fakta terbuka dan semua prosedur ditegakkan secara benar.

Narasumber: Ketua Umum GEMPA INDONESIA,  KIAMAT, KOMPAS dan KPKM Sultra

banner 325x300
error: Content is protected !!