SINGAPURA,
Sidang ekstradisi Paulus Tannos, buronan kasus korupsi e-KTP, dimulai di Pengadilan Negeri Singapura pada Senin (23/6). Tim pembela Tannos mengajukan keberatan atas sejumlah dokumen yang diajukan oleh pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Paulus Tannos, yang merupakan permanent resident Singapura, dicari oleh otoritas Indonesia atas keterlibatannya dalam kasus korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara sekitar Rp2,3 triliun.
Dalam persidangan, pria yang juga dikenal dengan nama Tjhin Thian Po ini hadir mengenakan kemeja putih. Tannos diketahui memegang paspor diplomatik dari Guinea-Bissau dan telah tinggal di Singapura sejak 2017. Meskipun sempat berupaya melepas kewarganegaraan Indonesianya, ia dilaporkan masih berstatus WNI.
Tannos ditangkap oleh Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura (CPIB) pada 17 Januari dan hingga kini masih ditahan setelah permohonan jaminannya ditolak. Sebelum sidang, Tannos berulang kali menolak untuk diekstradisi ke Indonesia. Sidang lanjutan akan digelar pada 23-25 Juni untuk mendengarkan bukti-bukti yang menentukan apakah ia dapat diekstradisi sesuai Undang-Undang Ekstradisi dan Perjanjian Ekstradisi antara Singapura dan Indonesia.
Kasus ini menjadi yang pertama di bawah perjanjian ekstradisi yang berlaku sejak Maret tahun lalu. Pengadilan akan mempertimbangkan bukti dari kedua belah pihak, termasuk dokumen ekstradisi resmi dari Indonesia.

Keberatan Tim Pembela
Pengacara Paulus Tannos, Bachoo Mohan Singh, mengajukan keberatan terhadap surat pernyataan baru dari KPK yang dianggap “dibuat-buat” dan diajukan terlambat. Menurutnya, dokumen tersebut baru disiapkan setelah penangkapan Tannos dan baru diterima pihak pembela pada 12 Juni, tanpa penjelasan yang memadai.
Selain itu, pengacara lainnya, Suang Wijaya, menyoroti bahwa keterlambatan penyerahan surat pernyataan tersebut merugikan kliennya. Tim pembela juga mempertanyakan kualitas bukti yang dianggap tidak dapat diandalkan karena diambil 15 tahun setelah kejadian.
Tuntutan Jaksa Singapura
Jaksa Penuntut Umum Singapura menyatakan bahwa pengadilan tidak perlu membuktikan kesalahan Tannos, tetapi cukup mempertimbangkan apakah ada bukti yang cukup untuk membuktikan unsur tindak pidana korupsi. Jaksa juga menyampaikan bahwa bukti yang diajukan oleh Indonesia memenuhi unsur-unsur tersebut.
Paulus Tannos didakwa melakukan korupsi terkait pengadaan barang atau jasa untuk proyek e-KTP pada 2011-2013. Ia diduga terlibat dalam pemberian suap kepada pejabat Kementerian Dalam Negeri dan anggota DPR untuk memenangkan tender proyek senilai lebih dari Rp5,8 triliun.
Sidang akan dilanjutkan dengan tanggapan dari pihak jaksa atas keberatan yang diajukan oleh tim pembela.
Source: CNA/jt