Sebuah kelalaian fatal (maladministrasi) di tubuh kepolisian diduga membuka jalan bagi Litao (L), tersangka buron kasus pembunuhan berusia 10 tahun, untuk lolos menjadi anggota DPRD Kabupaten Wakatobi, Sultra. Polda Sultra mengakui seorang personelnya lalai menerbitkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bersih untuk L pada 2023. Ironisnya, selama satu dekade, buronan pemegang status Daftar Pencarian Orang (DPO) ini luput dari kejaran polisi. Kasus ini mempertanyakan integritas proses verifikasi calon legislator dan keseriusan pemberantasan mafia hukum.
Pemberitahuan penetapan tersangka Litao, anggota DPRD Wakatobi, oleh Polda Sultra pada akhir Agustus lalu. Litao menjadi tersangka setelah menjadi DPO 11 tahun dan terpilih menjadi anggota DPRD Wakatobi-(Gaperta.online-Dok)
Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) membenarkan adanya kelalaian dalam penanganan kasus hukum yang menjerat L, anggota DPRD Wakatobi tersebut. Akibatnya, seorang petugas berinisial Aiptu S dikenai sanksi berat: demosi selama tiga tahun, dipindahkan ke daerah terpencil, dan menjalani penahanan khusus. Selain itu, ia juga dicoret dari daftar pendidikan perwira yang seharusnya diikutinya.
Anggota Dewan Yang Menjadi Terdangka Pembunuhan Juga DPO 10 Tahun-(Gapert.online-Dok)
Kombes Pol. Iis Kristian, Kabid Humas Polda Sultra, menjelaskan bahwa audit internal menemukan Aiptu S lalai dalam prosedur penerbitan SKCK. “Petugas dinilai tidak memberikan informasi catatan kriminal pemohon (L) yang seharusnya terdeteksi melalui koordinasi dengan satuan reskrim,” jelas Iis di Kendari.
Keluarga Wiranto, ayah korban pembunuhan, bersama kuasa hukum melaporkan kasus yang mandek di Polres Wakatobi ke Polda Sultra pada 2024. Terduga pembunuh adalah seorang DPO yang lalu terpilih menjadi anggota DPRD Wakatobi-(Gaperta.online-Dok)
Prosedur standar verifikasi SKCK mensyaratkan pemohon mengisi daftar pertanyaan dan data tersebut harus dikoordinasikan dengan satuan intel, lalu lintas, reserse kriminal (reskrim), dan narkoba untuk memastikan tidak ada catatan pidana.
Kasus Pembunuhan, Hilangnya Berkas, dan Syarat Calon Legislator
Kasus yang melibatkan L berawal dari peristiwa pada 2014. Wiranto (17), seorang pelajar SMA, tewas dalam sebuah perkelahian di pesta joget. Tiga orang terlibat: Rahmat La Dongi, La Ode Herman, dan Litao. Rahmat dan Herman telah divonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Baubau. Sementara L, yang diduga kuat terlibat, menghilang dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Yang memprihatinkan, berkas perkara kasus ini dilaporkan hilang dan upaya penangkapan selama 10 tahun tidak membuahkan hasil. Iis berdalih, “Menurut penjelasan Polres Wakatobi, terduga pelaku tidak diketahui keberadaannya dan terjadi pergeseran personel beberapa kali.”
Keberadaan L sebagai tersangka aktif seharusnya secara hukum menggugurkan syarat untuk menjadi calon legislator. Pasal 240 Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum secara jelas menyatakan bahwa calon anggota DPR/DPRD harus “tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.” Meskipun L belum divonis, statusnya sebagai tersangka dalam perkara pidana yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau lebih (seperti pembunuhan) menjadi halangan serius.
Selain itu, Pasal 12 huruf g UU No. 7 Tahun 2017 mengatur bahwa individu yang sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah inkrah dinyatakan tidak memenuhi syarat. Meski L bukan terpidana, dua rekannya yang terlibat kasus sama telah menjalani hukuman, memperkuat posisi L sebagai pihak yang terlibat langsung dalam tindak pidana berat.
Penetapan Tersangka dan Upaya Penanganan
Setelah kasus ini ramai diperbincangkan publik dan diambil alih Polda Sultra dari Polres Wakatobi, L akhirnya ditetapkan sebagai tersangka pada akhir Agustus 2024. Kombes Pol. Wisnu Wibowo, Dirkrimum Polda Sultra, menyatakan penetapan itu berdasarkan pemeriksaan lima saksi, termasuk dua terpidana dalam kasus yang sama yang diperiksa di Maluku dan Papua.
“Kami telah melayangkan panggilan kedua pada 18 September. Sebelumnya, pada 9 September, ia beralasan ada kendala transportasi,” ujar Wisnu mengenai upaya pemanggilan L.
L sendiri, ketika dikonfirmasi, mengaku telah menerima panggilan polisi. “Saya koordinasi dengan kuasa hukum dahulu. Nanti berkabar lagi, saya sedang sibuk,” katanya singkat.