Dr. Bernard BBBBI Siagian, S.H., Makp (Ketua DPP GAKORPAN), Dr. Kristianto Manullang, S.H., M.H., Agip Supendi, S.H., M.H. (Praktisi Hukum GAKORPAN), dan Bunda Tiur Simamora (Ketua POSBAKUM Pulogadung) membahas tragedi keracunan massal dalam Forum Dialog Kebangsaan dan Bela Negara pada Minggu, 28 September 2025.
Fokus utama adalah bedah kasus tragedi “Makan Bergizi Gratis (MBG)” di Cililin, Kab. Bandung Barat, Jawa Barat, mulai dari muntah massal di sekolah, jejak dapur SPPG, hingga jerat hukum untuk penegakan keadilan.
Pada hari itu, sekolah berubah menjadi ruang darurat. Puluhan hingga ratusan anak tergeletak lemas, pucat, dan muntah-muntah. Sebagian harus dipapah ke puskesmas atau rumah sakit.
Video kejadian menyebar dengan cepat, dan publik menyebutnya sebagai “tragedi keracunan massal MBG.” Program makan siang bergizi gratis yang seharusnya menyehatkan, justru menjadi sumber masalah.
Namun, audit pangan menyatakan bahwa video tersebut hanyalah gejala visual, bukan bukti konkret ilmiah. Pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah: racun apakah yang menyebabkan keracunan ini? Siapa yang lalai? Dan bagaimana bisa satu menu menyebabkan begitu banyak siswa menjadi korban?
Jejak Gejala: Muntah Cepat Indikasi Toksin
Literatur epidemiologi menjelaskan bahwa onset cepat (menit-jam) dengan gejala muntah-muntah yang dominan mengarah pada enterotoksin Staphylococcus aureus. Racun ini tidak mati meski mie digoreng ulang. Alternatif lain adalah Clostridium perfringens, bakteri yang tumbuh saat nasi atau lauk ditahan di suhu ruang, memicu diare 6-24 jam kemudian.
Dari kronologi peristiwa, terlihat jelas onset yang cepat. Ini bukan sekadar “salah makan pedas,” melainkan paparan racun toksin yang serius.
Audit Fakta Integritas dengan Investigasi Epidemiologi dan Laboratorium
Investigasi keracunan makanan MBG wajib menyertakan audit:
1. Data epidemiologi: siapa makan apa, jam berapa, siapa sakit kapan.
2. Sampel makanan dan muntahan korban: diuji mikrobiologi dan toksin.
3. Audit dapur SPPG: terkait penyimpanan, peralatan, sanitasi, penjamah, dan bahan yang dipakai.
Tanpa hasil laboratorium, semua tudingan hanyalah spekulasi. Racun bisa berasal dari bakteri, kimia (minyak tengik, pestisida pada sayur), atau sisa deterjen di wajan.
Oleh karena itu, audit forensik Scientific Crime Investigation harus dilakukan secara seksama.
Audit Hukum: Administratif, Pidana, hingga Keuangan Negara
Dari perspektif administratif, sekolah dan SPPG wajib memastikan dapur memenuhi standar higienitas sesuai UU Pangan, PP Keamanan Pangan, dan Permendikbud. Jika lalai, izin bisa dicabut dan kontrak dibekukan.
Dari sisi hukum pidana, vendor atau penjamah bisa dijerat pasal 359-360 KUHP terkait kelalaian yang menyebabkan luka/kematian, hingga pasal 14 UU Pangan tentang produksi pangan berbahaya, dengan ancaman hukuman 5 tahun dan denda Rp10 miliar.
Dari sudut pandang kolaborasi korporasi dan pejabat, mereka bisa dijerat hukum jika lalai melakukan pengawasan, sesuai KUHP pasal 55. Jika ada suap/gratifikasi kontrak, maka bisa masuk UU Tipikor.
Dari sisi keuangan negara, seluruh biaya pengobatan korban ditanggung BPJS dan APBD, yang berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Kerugian ini bisa ditagih balik ke vendor yang lalai melalui mekanisme subrogasi dan gugatan perdata sesuai pasal 1365 KUHPerdata.
Audit Peta Pertanggungjawaban Makanan MBG yang Beracun
Vendor atau tiga orang pengelola SPPG di tiap dapur cenderung terjerat kelalaian dapur, bahan busuk, dan distribusi tidak aman. Pemda/Dinas bisa diciduk karena gagal mengawasi, kontrak asal-asalan, dan tidak ada inspeksi. Badan Gizi Nasional bisa dijadikan saksi karena regulasi yang longgar, respons lambat, dan tidak menyiapkan sistem sanksi.
Berikut uraian rinci langkah demi langkah terkait siapa yang bertanggung jawab di setiap titik rantai produksi makanan MBG, dari bahan datang sampai makanan itu dikonsumsi siswa:
1. Rantai Alur Singkat: Pengadaan bahan, penerimaan di dapur vendor, penyimpanan, persiapan (cuci/iris), area memasak, pendinginan/penahanan, pengemasan, pengantaran (transport), serah terima, dan konsumsi di sekolah. Setiap fase memiliki peran dan tanggung jawab spesifik.
2. Komposisi “3 Orang Pengelola/Pegawai BGN” di Setiap Dapur SPPG:
– Manajer/Pimpinan Operasional: Tanggung jawab kontrak, pemilihan pemasok, anggaran, jaminan sertifikasi dan izin, dokumentasi, pelaporan ke Pemda/BGN. Potensi kelalaian: kontrak dengan pemasok tidak lolos uji, menekan biaya, mempekerjakan tenaga tanpa pelatihan/izin.
– Kepala Produksi/Kepala Dapur: Tanggung jawab menjalankan SOP produksi dan higiene (HACCP basics), pengawasan juru masak, catatan suhu masak/penahanan, pemisahan bahan mentah versus matang. Potensi kelalaian: memasak tidak mencapai suhu aman, menyimpan makanan terlalu lama, tidak menerapkan sanitasi.
– Koordinator Quality Control dan Logistik: Tanggung jawab pemeriksaan bahan terima (visual + label), catat tanggal kedatangan/lot, cek suhu cold chain, pengemasan aman, kontrol kendaraan pengantar (kebersihan + suhu), penandaan (timestamp, isi). Potensi kelalaian: pengiriman tanpa kontrol suhu, penggunaan wadah kotor, rute/pengiriman panjang tanpa jeda suhu aman.
Catatan: Selain tiga orang itu, semua tenaga lapangan (juru masak, asisten dapur, pengemudi, petugas kebersihan) harus tercatat dan memiliki bukti pelatihan/sertifikat kesehatan.
3. Peran dan Tanggung Jawab Terperinci per Titik Proses:
– Pengadaan Bahan (Pemasok): Menyediakan bahan sesuai standar mutu (tanggal kedaluwarsa, sertifikat, label), menjamin rantai dingin, menyertakan dokumen asal (faktur, surat jalan, nomor lot). Bukti penting: faktur dan surat jalan, nomor lot, sertifikat supplier, hasil uji mutu, foto/rekaman waktu muat, daftar penerimaan sebelumnya. Kelalaian: penjualan bahan kedaluarsa, substitusi bahan murah/berbahaya, tidak menyimpan dokumen traceability.
– Penerimaan Bahan di Dapur: Pemeriksaan visual dan sensor suhu saat diterima, menolak bahan mencurigakan, tanda terima dengan cap dan nama penerima, pencatatan lot dan tanggal. Bukti: tanda terima berstempel, catatan suhu saat terima, foto bahan, CCTV penerimaan, tanda tangan penerima. Red flag: bahan diterima meski cacat, tidak ada catatan suhu, bahan disimpan langsung bersama makanan jadi.
– Penyimpanan (Cold Storage dan Dry Storage): Menjaga suhu + rotasi stok (FIFO), label tanggal buka, kebersihan rak, catatan maintenance kulkas. Bukti: log suhu kulkas/freezer, laporan pemeliharaan, foto kondisi penyimpanan, catatan rotasi stok. Red flag: tidak ada termometer, suhu di luar standar, bahan mentah dan matang bercampur.
– Persiapan (Cuci dan Pemotongan): Cuci sayur dengan air bersih, sanitasi peralatan, gunakan talenan/pisau berbeda untuk daging dan sayur, pemeriksaan residu pestisida. Bukti: foto tahap persiapan, kuisioner pelatihan higiene, hasil swab permukaan talenan, catatan penggunaan air bersih. Red flag: tidak ada pencuci bekal, talenan kotor, air limbah dekat area cuci.
– Memasak (Core Cooking): Suhu internal masak sesuai standar (mis. daging ≥75°C), durasi masak yang benar, tidak menahan makanan terlalu lama pada suhu berbahaya. Bukti: termometer suhu masak, catatan suhu setiap batch, saksi/keterangan juru masak, video proses memasak. Red flag: tak ada termometer, masak hanya “cek rasa” tanpa pengukuran suhu, sisa masakan dipanaskan ulang berkali-kali.
– Pendinginan/Holding (Setelah Dimasak): Mendinginkan cepat bila tidak disajikan segera (cooling curve), simpan di bawah 5°C atau pegang di >60°C untuk hot holding, tidak menaruh makanan matang di suhu ruang >2 jam. Bukti: catatan waktu memasak ke waktu pengemasan, log holding temperature, foto wadah penyimpanan. Red flag: makanan disimpan di suhu ruang berjam-jam, tidak ada catatan pendinginan.
– Pengemasan dan Pelabelan: Gunakan wadah bersih dan aman, label tanggal/jam, informasi alergen, penutup rapat. Bukti: sampel kemasan, foto kemasan, label batch, daftar isi pengiriman per sekolah. Red flag: wadah terbuka, tidak ada label, paket campur untuk beberapa sekolah.
– Pengantaran/Transport: Kendaraan bersih, alat pendingin, rute dan waktu terjadwal, pengemudi bertanda terima dokumen, jaga keamanan makanan selama perjalanan. Bukti: log kendaraan, suhu kendaraan saat loading/unloading, tanda terima sekolah (waktu), GPS/route log, statement pengemudi. Red flag: pengiriman berjam-jam tanpa pendingin, kendaraan kotor/terbuka, tidak ada bukti waktu serah terima.
– Serah Terima dan Konsumsi di Sekolah: Sekolah (kepala sekolah dan petugas) cek kondisi paket saat diterima, simpan sesuai SOP jika tidak langsung dibagi, informasikan pada orang tua bila ada masalah, catat konsumen (siapa makan). Bukti: tanda terima dari sekolah, daftar siswa yang makan, CCTV waktu pembagian, laporan insiden. Red flag: paket dibuka langsung di luar ruangan panas, catatan penerima tidak lengkap.
4. Pemetaan Kesalahan, Siapa Bisa Dipidana/Administratif:
– Kesalahan di Tahap Bahan (Pemasok): Tanggung jawab pemasok bisa pidana/perdata atas produk berbahaya.
– Kesalahan di Tahap Masak/Penyimpanan (Vendor/SPPG): Tanggung jawab vendor, kepala dapur, juru masak bisa dijerat pidana sesuai pasal 14 UU Pangan, KUHP 359/360, administratif berupa pencabutan izin/kontrak.
– Kesalahan di Tahap Pengantaran (Koordinator Logistik/Pengemudi/Vendor): Vendor dan koordinator logistik bisa pidana/perdata jika terbukti menjadi penyebab kontaminasi.
– Kelalaian Pengawasan (Pemda/Dinas/BGN): Pejabat terkait bisa diminta pertanggungjawaban administratif/politik; dalam kasus sistemik dan jika disertai korupsi, dimungkinkan tindakan pidana dan tipikor.
– Sekolah (Kepala Sekolah/Petugas): Jika tidak menjalankan SOP penerimaan atau menutup-nutupi kejadian, kena administrasi/perdata/pidana tergantung unsur kelalaian/sengaja.
5. Bukti Krusial yang Mesti Diamankan Segera:
– Sisa makanan (kulkas), diambil sampel untuk laboratorium toksikologi dan mikrobiologi.
– Sampel muntah/tinja korban (dengan persetujuan medis) untuk kultur/PCR/toksin.
– Catatan penerimaan bahan dan faktur supplier.
– Log suhu (dapur, kulkas, kendaraan).
– SOP dan manual kerja vendor, sertifikat HACCP/halal/izin usaha.
– Daftar pegawai/pekerja dan bukti pelatihan/surat keterangan sehat.
– CCTV (dapur, muat, serah terima) + foto proses.
– Pernyataan saksi (juru masak, pengemudi, guru, korban).
– Chain of custody form saat pengambilan sampel.
– Dokumentasi kontrak dan pembayaran.
6. “Red Flags” yang Menandakan Kelalaian/Penyebab Potensial:
– Tidak ada catatan suhu atau termometer hilang.
– Makanan disimpan di suhu ruang >2 jam tanpa pendinginan.
– Penggunaan kembali minyak/tidak ada pergantian rutin.
– Bahan tanpa label/lot atau sudah melewati tanggal.
– Tidak ada bukti training hygiene bagi penjamah.
– Tidak ada tandatangan penerima di sekolah/tanda terima dibuat belakangan.
– Rute pengantaran jauh dan tanpa alat pendingin.
7. Rekomendasi Cepat untuk Mencegah Kejadian Berulang:
– Wajibkan 3 catatan minimal: tanda terima bahan + suhu saat terima, catatan suhu saat masak dan holding, tanda terima sekolah (waktu dan jumlah).
– Terapkan tiga-peran (operasional, kepala dapur, QC/logistik) dengan job description tertulis dan bukti pelatihan.
– Wajibkan chain-of-custody pada pengambilan sampel, dan SOP emergency recall untuk batch yang dicurigai.
8. Peta Cepat “Siapa yang Harus Disasar oleh Polisi”:
– Vendor owner/manajer operasional, terkait tanggung jawab administratif dan pemilihan pemasok.
– Kepala dapur/penanggung jawab produksi, yang tanggung jawab teknis (S.O.P dan mall praktik memasak).
– Koordinator logistik/pengemudi, bila ada bukti pengantaran tak aman.
– Pemasok bahan, bila hasil lab menunjukkan bahan asal supplier terkontaminasi.
– Pejabat pengawas Pemda/Dinas, bila ada bukti pembiaran/konflik kepentingan/kontrak fiktif.
Rekomendasi GAKORPAN:
1. Polisi harus segera menetapkan tersangka dari vendor dan pejabat yang lalai. Amankan bukti, sita aset untuk ganti rugi.
2. Pemda harus merekomendasikan ke BGN untuk mencabut kontrak vendor nakal, revisi Perbup/Walikota soal MBG, wajibkan sertifikasi HACCP.
3. BGN harus membangun database nasional vendor MBG, spot check mendadak, integrasi data dengan BPJS.
4. Publik dan orang tua, upayakan ikut mencatat gejala, simpan bukti makanan, dorong class action bila ada korban keracunan massal.
Dari Alarm Tragedi MBG ke Efek Jera
Faktor krusial keracunan MBG bukan sekadar kasus dapur kotor. Ini adalah alarm kegagalan sistem pengawasan pangan anak sekolah. Jika polisi hanya berhenti pada “faktor dugaan keracunan,” kasus ini akan lenyap begitu saja.
Jika dari bukti audit forensik dan laboratorium diketahui ada peran serta dan kesalahan, maka vendor yang lalai harus diproses dan dipidana, pejabat pengawas pun harus ikut dipidana serta bertanggung jawab, dan kerugian negara harus ditagih balik.
Makanan siang gratis dari program MBG Presiden H. Prabowo Subianto harus dijaga ketat demi tumbuh kembang anak bangsa, dan tidak boleh dibayar dengan muntah massal akibat kelalaian segelintir orang.
Usut tuntas, bongkar, tangkap, dan adili hingga efek jera! Salam ASTA CITA menuju Indonesia Emas 2045, Macan Asia. Merdeka!