Labuhanbatu Utara, Gaperta.online
Dalam pemberitaan:
Awak media mengkonfirmasi kepada diduga Pelaku Penimbunan BBM Solar dan Pertalite yang bernama Wawen memblok WhatsApp awak media Gaperta.id.
Ketika ditelpon Wawen menunjukkan berdiring handphone Wawen tidak ada respon baiknya, sepertinya dia kebal hukum, diduga ada setoran kepada APH, karena apa…??
Disaat di konfirmasi kepada APH diwilayah hukum Polsek Bilah Hulu tidak ada tanggapan atau responnya, begitu juga dengan Kanit Reskrim Polsek Bilah Hulu tidak ada tanggapan.
Selaku APH jika wartawan konfirmasi tentang pelanggaran Hukum di wilayahnya, kita sebagai Aparat Penegak Hukum membalas agar pemberitaan yang akan ditayangkan berimbang dan akurat.
Jadi kita sebagai pewarta dapat menduga ada apa Aparat Penegak Hukum Labuhanbatu Utara, apakah….??
Kepada presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto, Kapolda Sumut, dan Kapolri agar di tindak tegas para oknum oknum yang melakukan penimbunan BBM Solar dan Pertalite di Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Katanya polisi “MELAYANI MASYARAKAT” apakah benar benar dilakukan aparat penegak hukum di Labuhanbatu Utara…??
Untuk kepada Kapolsek Bilah Hulu agar di tindak tegas kepada para Mafia Penimbunan BBM Subsidi Pertalite dan Solar, jangan kasih ampun…!!
Dalam hukum telah menjelaskan:
Penimbunan BBM diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Pasal yang mengatur penimbunan BBM adalah Pasal 55 UU Migas. Pelaku penimbunan BBM dapat dijerat dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp60 miliar.
Selain penimbunan, pelaku yang meniru atau memalsukan BBM juga dapat dijerat hukum. Pelaku yang melakukan hal ini dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
UU Migas telah diubah sebagian dengan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Begitu juga dengan SPBU 14.214.234 agar diberikan sangsi hukum jika benar-benar telah melakukan:
Jerat Pidana Bagi Penyalahguna Pengangkutan BBM Bersubsidi
Dugaan Penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM)
Sebelum menguraikan lebih jauh sanksi bagi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang melayani pembelian bahan bakar minyak (“BBM”) dengan jeriken dalam jumlah besar, ada perlunya kita ketahui terlebih dahulu ketentuan hukum mengenai jual beli dan penyimpanan BBM itu sendiri.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya
Karena Anda tidak menerangkan tujuan pembelian dengan jeriken dalam jumlah besar tersebut, kami asumikan pembeli yang Anda maksud hendak melakukan penimbunan atas BBM jenis tertentu.
Pasal 18 ayat (2) dan (3) Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (“Perpres 191/2014”) berbunyi:
Badan Usaha dan/atau masyarakat dilarang melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan serta penggunaan Jenis BBM Tertentu yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Badan Usaha dan/atau masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud sebagai jenis BBM tertentu sendiri adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi dan/atau bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi yang telah dicampurkan dengan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain dengan jenis, standar dan mutu (spesifikasi), harga, volume, dan konsumen tertentu dan diberikan subsidi.
Dapat dikatakan, Perpres 191/2014 dan perubahannya secara spesifik melarang penimbunan dan/atau penyimpanan minyak tanah (kerosene) dan minyak solar (gas oil).
Di sisi lain, Pasal 53 jo. Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU 22/2001) kemudian mengatur bahwa:
Setiap orang yang melakukan, Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);
Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah);
Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);
Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).
Berdasarkan uraian tersebut, pembeli BBM dengan jeriken dengan jumlah banyak dapat diduga melakukan penyimpanan tanpa izin, sehingga dapat dipidana berdasarkan Pasal 53 huruf c UU 22/2001 di atas.
Jerat Hukum Bagi SPBU
Terkait pertanyaan Anda, bagi SPBU yang menjual BBM tersebut sehingga pembeli dapat melakukan penimbunan atau penyimpanan tanpa izin, dapat dipidana dengan mengingat Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut selengkapnya berbunyi:
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
√mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
√mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Berdasarkan uraian tersebut, jika unsur kesengajaan pada pasal di atas terpenuhi, maka pihak SPBU dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana pembantuan. Mereka dapat dianggap membantu orang lain melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan BBM yang melanggar hukum.
(Tim Redaksi)